Kita harus bisa membuat “Indonesia Menyala” ! Entah siapa yang pertamakali menggunakan kalimat itu, tapi kini dua kata itu sudah menjadi visi besar kami semua. Kami para pemimpi, para pejuang, para mentari untuk menyebarkan informasi dan motivasi perguruan tinggi ke seluruh Indonesia. Termasuk diriku yang beruntung dapat menjadi bagian dari acara mulia akbar ini. Hingga akhirnya pula semangat itu yang akan memulai cerita ini, cerita Mentari Nias.


Institut Teknologi Bandung

~~

Kami, Aku Masuk ITB atau yang biasa disebut AMI ini sudah menjadi acara tahunan ITB untuk mempromosikan sang kampus gajah ke Nusantara. AMI yang merupakan acara dari Kabinet Keluarga Mahasiswa ITB telah banyak mempertemukan masa kampus dari berbagai jurusan untuk membentuk sebuah keluarga baru. Kenapa keluarga? Karena memang biasanya tiap kepanitiaan AMI memiliki cerita kebahagiaan dan tantangan tersendiri hingga akhirnya terbentuk ikatan hangat antar anggotanya.

Aku Masuk ITB, kini, memiliki tiga mata acara berbeda, tetapi dengan satu tujuan sama. Seperti yang dicakap di awal, tujuan kami adalah menyebarkan informasi dan motivasi perguruan tinggi ke seluruh Indonesia. Lalu muncul pertanyaan, How? Lantas kami menjawab, dengan membuat acara berdasarkan lokasi target kita, siswa-siswi SMA kelas 12.

Lokasi pertama, Bandung dan sekitarnya. Siswa-siswi SMA di sekitaran Bandung biasanya sudah familiar dengan acara yang namanya ITB Day. ITB Day adalah salah satu acara bagian dari rangkaian acara Aku Masuk ITB. Acara yang satu ini diadakan di kampus Ganesha ITB dalam bentuk seminar ringan, tur kampus, dan festival seru tentang seluk beluk kampus. Orang tua dari Jakarta suka datang berbondong-bondong bersama anaknya yang memiliki mimpi masuk ITB. Rombongan bus dari sekolah-sekolah di daerah Jawa Barat juga tak luput ikut memenuhi sempitnya kampus ini.

Lokasi kedua, Daerah yang ada paguyubannya di ITB. Hampir tiap provinsi di Indonesia sudah memiliki paguyubannya sendiri. Paguyuban ini adalah perkumpulan atau kekeluargaan orang-orang daerah yang berkuliah di ITB, mulai yang dari Aceh hingga Papua. Paguyuban ini biasanya akan dikumpulkan di akhir tahun untuk mempersiapkan misi pergi ke sekolah asal di daerahnya. Misi mulia itu dirangkul dalam acara ITB Goes to School (IGTS). Lebih dari ratusan mahasiswa-mahasiswi ITB kembali ke daerahnya dan menyebar layaknya misionaris abad 17 silam.

Sebenarnya dulu Aku Masuk ITB hanya memiliki dua mata acara, namun karena tidak semua daerah memiliki paguyuban yang solid dan belum tentu ada putra daerah yang bisa kembali ke daerahnya dan berkunjung ke sekolah-sekolah di sana. Tercetuslah mata acara ketiga AMI, yang diinisiasi Munawir Bintang, putra Sulawesi, pada tahun 2015. Acara tersebut dinamakan Diseminasi Khusus Aku Masuk ITB untuk menjawab lokasi target ketiga, lokasi tidak berpaguyuban.


Tim Diseminasi Khusus Aku Masuk ITB 2018

Diseminasi Khusus Aku Masuk ITB atau DK AMI sering dianggap sebagai bagian acara primadona masa kampus. Selain dari misinya yang super mulia, yaitu pergi jauh ke pelosok barat atau timur dan daerah terpencil untuk menyebarkan informasi dan motivasi perguruan tinggi, DK AMI memiliki peserta yang sedikit. Terhitung paling banyak adalah 15 ekspeditor untuk tiga lokasi di tiap tahunnya. Cukup sulit memang untuk lolos menjadi bagian belasan orang dari 600 ratusan masa kampus yang mendaftar, mungkin itulah kenapa DK AMI menjadi primadona, karena mahasiswa ITB senang akan persaingan. Tim ekspeditor harus meninggalkan Kota Bunga selama dua minggu untuk bertemu siswa-siswi SMA Indonesia yang gemar mengibarkan bendera merah putih walau kita sendiri kerap tidak tahu mereka adalah bagian dari kita.

~~

Namun, dibalik namanya yang besar, kerap tujuan dari Diseminasi Khusus AMI ini diragukan. Tidak tanggung-tanggung, keraguan itu muncul di kalangan elite Kabinet Keluarga Mahasiswa ITB dan orang-orang yang cukup dikatakan “berilmu” akan dunia pengabdian. Mereka ber-suar daerah terpencil tidak membutuhkan perkuliahan. Mereka ber-asa pergi ke belasan sekolah yang jauh hanya membuang-membuang uang.

Tak bisa dipungkiri, diriku kerap berpikiran yang sama. Tetapi mungkin apa yang ada di hatiku sangat tak sama dengan apa yang ada di hati mereka. Hatiku selalu mengatakan untuk jangan sungkan melakukan kebaikan walau itu mahal, walau itu susah, walau itu membutuhkan banyak resiko. Kita tidak tahu kebaikan mana yang mungkin bisa membawa kita ke Surga. Kita tidak tahu mungkin ada satu dua kata yang benar-benar menjadi motivasi terbesar siswa-siswi SMA yang nan jauh di sana. Kita tidak tahu sebuah kedatangan kecil ini mungkin akan meninggalkan kesan yang besar. Kita tidak tahu mungkin dari perginya kami ke daerah jauh sana akan menginspirasi masa kampus lain untuk berbuat hal yang serupa. Kita tidak tahu kalau tiba-tiba mungkin ada mahasiswa baru yang mengatakan dia masuk kampus ini karena dulu ada mahasiswa ITB yang datang ke daerahnya.

Semuanya kita tidak tahu, karena sejatinya hidup ini memang penuh keraguan. Tetapi keraguan ini tidak seharusnya menjadi tembok pertanyaan yang kerap membatasi kita untuk berbuat kebaikan.

Berusahalah terus menjadi penerang mimpi mereka yang mungkin nanti bisa membuat Indonesia Menyala!

Bandung, 10 Desember 2017

 

Fayed, Pemimpi Tapi Tidur