Pendidikan secara umum mempunyai arti pengembangan karakter tiap orang. Tetapi sekarang anggap saja pendidikan yang dimaksud adalah pendidikan yang berkaitan dengan sekolah formal. Pendidikan hadir di kehidupan ini sebagai pengubah cara berpikir dan cara bersikap. Di Indonesia sendiri, pendidikan dirasa penting karena itu modal untuk orang bisa hidup berkualitas dan di saat semakin lama orang belajar maka semakin lama orang itu akan bertahan hidup [1]. Oleh karenanya pendidikan terus diayuh perkembangannya.

Sepertinya sedikit sulit ketika kita merangkum kata “Indonesia” untuk melihat bagaimana kondisi perkembangan pendidikan di Indonesia. Bagi orang Jawa, Bali, dan Sumatera mungkin pendidikan dirasa sudah cukup membaik dan memadai,  tapi bagaimana di pulau-pulau lainnya? Penyebaran sekolah jenjang SMA di Indonesia pun masih sangat dominan di pulau Jawa[2], begitu pula juga dengan perguruan tinggi[3].

Di saat berbicara tentang kondisi pendidikan di Indonesia, pasti pemerataan fasilitas pendidikan dipertanyakan, atau pemerataan kualitas tenaga pengajar di sekolah-sekolah dipertanyakan, mungkin penggunaan dana BOS tiap daerah yang juga dipertanyakan, dan pandangan para pemuda terpelajar terhadap pendidikan yang sangat patut dipertanyakan.

Permasalahan pendidikan di Indonesia memang sekompleks dan seluas itu. Namun ada baiknya di saat kita tidak selalu melihat kondisi yang buruk dan lebih melihat kondisi yang berpotensialnya. Dengan pemikiran bahwa lama waktu belajar orang itu penting maka mari kita lihat di mana sudah banyak orang-orang daerah yang lanjut bersekolah hingga SMA.

Ada fakta unik yang kutemukan saat aku berada di Pulau Marabatuan, Kalimantan Selatan, bahwa putusnya belajar anak terjadi di saat kenaikan SD ke SMP dan bagi yang naik dari SMP ke SMA tidak begitu ada masalah. Hal itu terjadi karena penarikan anak untuk bekerja di sana adalah di saat usia pasca SD. Lalu saat di SMA muncul masalah baru, sebagian pemuda di sana masih tidak memiliki bayangan apa yang selanjutnya perlu dilakukan. Yang mereka tahu adalah di saat mereka melanjutkan sekolah ke perguruan tinggi berarti mereka adalah keluarga yang banyak uang. Keluarga yang mau mengeluarkan uang hanya demi berfoto toga. Tapi di satu sisi juga ada sebagian pemuda yang melanjutkan kuliahnya ke kota karena ingin kembali ke pulaunya untuk menjadi orang bermanfaat; guru atau perawat.

Penasaran akan dua kondisi berbeda ini, aku coba tanya-tanya ke orang-orang yang memang statusnya dulu berkuliah. Mereka mengaku bahwa mereka kuliah karena tau di mana harus berkuliah, apa yang harus diambil, bagaimana cara membayarnya, dan untuk apa kedepannya. Atas alasan itu, mereka jadi lebih berani untuk melanjutkan belajarnya.

Aku juga mengobrol dengan beberapa pemuda SMA di sana. Hampir semuanya bermimpi untuk menjadi nelayan/ perawat/ guru/ polisi/ tokoh agama/ atlet olahraga/ pejabat daerah. Aku tidak akan mengatakan bahwa mimpi mereka buruk, tapi aku melihat di mana mimpi pemuda pulau tersebut terbatasi sampai sana saja. Profesi-profesi yang disebutkan adalah profesi yang selalu mereka lihat di pulaunya. Mereka tidak banyak tahu akan insinyur, ilmuwan, artis, tentara, pegawai pariwisata, dll. Singkat cerita, akhirnya aku dan teman-temanku banyak berbicara di depan mereka terkait informasi perkuliahan dan pekerjaan yang kami tahu. Tidak disangka-sangka, ternyata ada yang jadi sangat penasaran dengan ITB dan teknik kelautan. Di saat itulah aku yakin dia telah memperluas pandangannya dan mencoba memperbesar mimpinya.

~~
Pemuda Pulau Kramian Indonesia

Aku telah merasakan bagaimana kesalahpahaman akan perguruan tinggi terjadi di lingkungan pulau terpencil dan bagaimana informasi yang diberikan kepada pemuda-pemuda di sana bisa merubah niatan mereka di masa depan.

Penyebaran informasi terbukti sangat penting dalam menentukan nasib seseorang. Semangat dan mimpi orang yang tidak banyak tau pasti akan berbeda dengan orang yang yang banyak tau. Jika kita melihat ke Mahasiswa ITB, sebagian sudah banyak yang tersadarkan tentang dunia pengabdian masyarakat terutama bidang pendidikan. Sebagian juga sudah berkeyakinan bahwa informasi perguruan tinggi penting. Mereka telah bergerak kembali ke daerah asal masing-masing untuk menyebarkan informasi dan inspirasi ini. Tapi menurutku, yang dilakukan oleh Paguyuban dan Diseminasi Khusus AMI ITB saja tidak cukup untuk menginformasikan tentang perguruan tinggi ke seluruh Indonesia karena penduduk Indonesia sebanyak itu, dan wilayahnya seluas itu. Jumlah mahasiswa ITB yang sedikit tidak akan banyak merubah nasib dan mimpi orang Indonesia. Lagipula kenapa kita terus bergerak sendirian di bawah nama tunggal lembaga ITB?

Oleh karenanya aku berkeyakinan bahwa yang dibutuhkan oleh pendidikan Indonesia adalah lebih banyaknya orang yang semangat berbagi informasi, berbagi inspirasi, berbagi motivasi, berbagi pengalaman, dan berbagi pelajaran. Karena dengan banyaknya orang yang inspiratif dan peduli berbagi maka akan  makin banyak informasi yang tersebar. Semakin banyak informasi yang tersebar maka semakin luas juga mimpi-mimpi orang Indonesia. Lalu orang yang diharapkan di sini tidak hanya mahasiswa ITB, tetapi juga kalangan orang tua, pemerintah daerah, kalangan pemuda, dan masyarakat Indonesia lainnya. Sebagai orang Indonesia, hal tersebut sudah menjadi tanggung jawab kita semua termasuk diriku untuk menjadi bagian dalam penyebaran informasi ini.

Selanjutnya, ada hal lain yang perlu diperhatikan dari solusi di atas, bahwa penyebaran inspirasi yang masif harus diinisiasi dengan penyebaran inspirasi yang lebih kecil dan sejatinya inspirator hebat terinspirasi oleh inspirator lain. Aku menyebutnya “efek rantai inspirasi”

Aku, Fayed, melalui DK AMI, ingin menjadi inisiator penyebaran inspirasi masif ini sebagai langkah untuk memajukan dunia pendidikan Indonesia.

Aku berniat menceritakan dan mengampanyekan pelajaran dan pengalaman yang didapat kepada massa kampus dan luar kampus pasca DK AMI. Harapannya, di kemudian hari, adalah aku bisa membentuk seribu pemuda inspirator lain. Inspirator lain yang juga bisa bersemangat untuk membentuk seribu inspirator lainnya. Dan seribu inspirator lainnya yang terus menerus menularkan efek rantai inspirasi.

Hingga akhirnya kata “aku” kelak akan menjadi kata “kita”. Sebab, Semangatku juga merupakan semangat kalian dan semangatku adalah semangat Indonesia.

Terakhir, semua ini semata-mata karena keinginanan untuk menjadikan Indonesia negara yang berdaulat di bidang pendidikan. Sejatinya, kedaulatan adalah di saat kita Indonesia yang memberikan, kita Indonesia yang menerima, dan karena kita Indonesia.

[1]http://katadata.co.id/grafik/2016/03/18/pendidikan-tingkatan-harapan-hidup

[2]http://spasial.data.kemdikbud.go.id/index.php/cpetatematik/display/B7CBE412-5406-4D09-A893-A32BE6335384#lightbox[group]/0/

[3]https://forlap.ristekdikti.go.id/files/infografis