Bahagia itu murah. Asal kita tahu harus membelinya di mana.
Hikmah itu tercecer. Asal kita tau cara mengambilnya bagaimana.

~~

Saat itu, dingin menyergap tiap hamba yang berbaris di atas bukit terbuka. Untuk apa kami dikumpulkan malam-malam? apa tujuan semua ini? Pikiran memberontak dengan berbagai pertanyaan akan ketidakjelasan. Tapi mereka tetap menyuruh kami untuk mengisi hati dan pikiran dengan mengingat nama-Nya. Dzikir, dzikir, berdzikirlah kalian semua.

Siangnya, kaki ini dipaksakan untuk menopang tas carrier besar dan berjalan naik turun terjal hutan. Aku pikir kita sedang melakukan pelatihan bersyiar, namun kenapa seakan ini semua tidak berkorelasi.

Sampai alhasil, ada pemateri menyampaikan terkait “hikmah”. Beliau adalah pak Andriano, ahli psikologi UNPAD. Materi yang diberikan sangat singkat, tapi cukup untuk membuat benang merah yang samar sebelumnya menjadi terang jelas. Jadi, permasalahan selama ini adalah aku tidak bisa membaca. Yang dimaksud bukan membaca tulisan, melainkan membaca fenomena manusia dan alam yang terjadi di depan mata dan telinga kita. Di tiap bacaan itu, terdapat mutiara milik orang beriman, yaitu hikmah. Rasulullah SAW pun bersabda; “Hikmah itu adalah barang yang hilang milik orang yang beriman. Di mana saja ia menemukannya, maka ambillah.” (HR. Tirmidzi)

Benang merahnya kini jelas, kenapa kami dipaksakan untuk melihat banyak fenomena berhari-hari sembari mengisi waktu dengan berdzikir. Dzikir memang terbukti membuat hati tenang dan netral. Rasa netral dan ketenangan inilah yang akhirnya akan membantu kita dalam proses membaca. Kita akan lebih peka kepada semut yang sedang kesusahan membawa tangkai. Kita akan lebih sadar tiap pagi ada pembagian rezeki berupa tetes air yang merata di antara pepohonan tinggi dan rerumputan di bawahnya. Kita akan lebih banyak berpikir panjang dalam menilai perilaku seseorang. Semua fenomena kini menjadi ada hikmahnya dan itulah yang akan membuat kita bahagia sejak dalam pikiran. Karena hal seburuk apapun bisa menjadi indah saat kita selalu mengambil hikmah. Maka tak akan ada kata mengeluh atau bersedih di dalam kamus kehidupan.

~~

Tuhan semesta ini memang sangat baik.

Sehari sebelum sidang kerja praktik, pikiran ini sudah mewanti-wanti kalau besok akan chaos dan dibantai habis-habisan. Bagaimana tidak, semua kakak tingkat, semua teman angkatan, mengusulkanku untuk lebih menyiapkan mental diri daripada materi sidangnya. Karena dosen pembimbing dan penguji sidangku besok sudah terkenal akan hatinya yang kadang terlalu keras untuk menyamai frekuensi hati seorang mahasiswa. Tapi kalau dipikir-pikir, hati ini kan ada yang punya. Orang jahat mudah seketika dibuat menjadi bijak. Orang baik bisa seketika dibuat menjadi bejat. Pinta saja bantuan ke pemilik hati?

Setelah malam berlalu dan sinar pagi menyingsing. Otak dan hati mulai memikirkan bagaimana ya bisa selamat sidang nanti. Untungnya, buku Skill with People oleh Les Giblin sempat memberikan pemahaman, bahwa sudah kodrat manusia untuk menjadi makhluk yang lebih suka urusan diri sendiri daripada punya orang lain. Jadi saat kita antusias membicarakan tentang diri lawan bicara, maka lawan bicara kitapun akan semakin antusias menanggapi kita, bahkan bisa saja kini mereka yang bertanya tentang diri kita. Begitu pula saat kita menghormati dan menspesialkan mereka, dengan sendirinya mereka akan melakukan hal yang serupa kepada kita.

Oke, prinsipnya seperti itu. Selanjutnya pesan Go-Jek, siap menuju ke kampus. Aku sengaja memasang titik penjemputan agak jauh dari kontrakan supaya bisa jalan sedikit dan menyapa orang-orang. Ketemu ibu-ibu, senyumin, dia senyum balik. Sapa tukang Go-Jek nya, spesialkan, dia pun jadi sopan. Iseng-iseng mengobrol tentang dirinya. Saking nyamannya sampai-sampai dia berbalik bertanya “semester berapa dek?” – “saya sudah tingkat akhir pak hehe” – “lohhh saya kira mahasiswa baru” – “enggak pak hehe, justru saya mau sidang pagi ini” – “wah beneran dek? semogaa dilancarkan…” – lanjut dengan kalimat doa yang menyejukkan sembari menepuk-nepuk dengkul penumpangnya. Dari nada bicara, bapak seketika terdengar seperti sedang terharu. Apa mungkin si bapak kini yang berbalik menspesialkanku?

Sidangnya selesai, sangat-sangat berbeda dari ekspetasi. Ekspetasi aura amarah berubah menjadi atmosfer galak tawa. Ekspetasi berbicara gerogi berubah menjadi seperti ngobrol dengan teman sendiri. Semua hati manusiawi, semua hati berbahagia.

Sesimpel menspesialkan dosen selama proses penyusunan, menghasilkan respon timbal balik saat sidang. Sesimpel menghormati supir Go-Jek di perjalanan, berbuah hasil doa yang tulus. Kalau kata orang itu bukan doa dari supir Go-Jek, melainkan doa dari orang yang susah payah mengais rezeki.

Alhamdulillah.

~~

Di buku Tarekat Muhammad, Syekh Muhammad Ali al-Bargawi mengajak kita untuk terus hidup di jalan keselamatan. Yaitu jalan yang mengikuti para wali Allah dan orang-orang yang dicintai Allah. Melayani makhluk-Nya, santun kepada mereka, membantu satu sama lain, dan menebar senyum tulus. Senyatanya seorang muslim terlahir dengan hati bersih. Maka jadikan itu sebagai cermin bersih dari hatimu yang memantulkan semua yang indah.

Walakin, Jangan pernah berharap diri kita untuk terus bahagia. Hidup ini sudah sepatutnya diimbangi dengan duka. Justru, khawatirlah jika kita terhanyut dalam kebahagiaan yang berlarut-larut. Karena Surga bukanlah untuk orang yang hatinya tak pernah menangis dan yang tidak mengenal beratnya cobaan.

Semoga kita selalu bahagia karena sadar akan keterlibatanNya