Indonesia Millennial Summit 2019. Lebay sih jikalau ini dibilang lanjutan dari Kongres Pemuda Indonesia yang waktu itu berhasil menyatukan semangat dan tujuan pemuda Hindia Belanda. Tau kan? yang akhirnya menghasilkan Sumpah Pemuda itu. Tapi acara ini gak kalah hebatnya. Buktinya sampai saat ini, masih terlayang pertanyaan di benakku “Kok bisa ada acara seperti ini?”.

~~

Indonesia Millennial Summit 2019

Baik, jadi Indonesia Millennial Summit 2019 atau yang biasa disingkat IMS ini adalah pertemuan “independen” yang berkomitmen untuk mempertemukan berbagai elemen lintas daerah dan lintas disiplin sebagai sarana membentuk masa depan Indonesia yang lebih baik melalui kolaborasi diversitas. Acara ini diinisiasi oleh IDN Media—sebuah media baru rintisan Winston Utomo dan William Utomo. Mereka ini sosok yang sepertinya sangat suka sekali dengan kata Gen Z dan Milenial. Jelas juga mereka membawa semangat Indonesia 2045 yang katanya Indonesia akan menjadi top three negara termaju karena memiliki populasi usia produktif terbanyak. Balik lagi ke IMS, sungguh acara ini benar-benar mendatangkan elemen lintas disiplin.

Pertama, ada Government Official. Ini nih yang paling bikin bingung “kok bisa?”. Pertama-tama ada Jusuf Kalla, wakil presiden kita. Terus datang Sandiaga Uno, calon wakil presiden kita. Hadir juga mantan pasangannya, Anies Baswedan selaku Gubernur DKI Jakarta. Terus Ridwan Kamil, sebagai artis utama. Lalu Ada Bupati Sigi, Bupati Indramayu, Kementerian ESDM, Kementerian Sosial, Kementerian Kominfo, daaaaan banyak lagi. Mereka mendapatkan kesempatan di panggung besar, berdampingan dengan artis ternama papan atas. Eh, bukannya pejabat kita memang sudah seperti artis?

Kedua, ada Athlete. Ini menarik banget sih. Ada Butet-Owi. Itu loh timnas ganda campuran badminton kita yang hobinya ngoleksi emas di kejuaraan internasional.

Ketiga, ada Business Leaders. Keempat Actress. Kelima Sociopreneur. Keenam Media Leader. Ketujuh Religious Leader. Kedelapan NGO Leader. dan Terakhir adalah Academica. Nah aku datang sebagai delegates dari academica.

~~

Bimo, Faris, Mutia, Isma, Fayed

Alhamdulillah, sebenarnya bisa ikut acara ini karena ada undangan. Undangan itu juga memperbolehkan untuk mengajak empat teman dari ITB. Akhirnya Faris, Isma, Mutia, dan Bimo yang ikut hadir kemari.

Acaranya diselenggarakan megah di ruang pertemuan hotel ternama ibukota. Untuk masuk kesana, kami harus naik ke lantai 11 dulu. Di lift, kami berpapasan dengan perempuan. Cantik banget. Artis kayaknya nih. Lalu pintu lift mulai terbuka di lantai 11. Perlahan-lahan memberikan pemandangan keramaian. Surprise! kini ada berlusin-lusin perempuan cantik selevel yang di lift tadi. Karena saking banyaknya yang cantik begitu, kini malah jadi bosen dan hilang rasa spesialnya haha.

Di ruangan utama, Penjagaan sudah siap di mana-mana. Makanan aneh-aneh juga terhidangkan. Orang-orang bercakap pakai bahasa Inggris. Pakaian mereka sederhana tapi jelas meninggikan statusnya. Berbagai macam warna kulit, berbagai ukuran mata, berbagai gaya rambut, berjilbab ataupun tidak, seru ataupun serius, semua ada di sini. Awalnya kami celingak-celinguk tidak percaya diri. Tapi yasudahlah ya, setidaknya kami masih bisa menjual diri “Saya dari ITB”.

Di ruangan utama juga terdapat beberapa instalasi dinding berupa cetakan Indonesia Millennial Report 2019. Laporan yang berisi data-data survey terkait generasi milenial. Katanya, milenial Indonesia itu gak melulu hanya peduli tentang gaji dan dirinya, tapi juga mulai sangat peduli dengan keluarga serta masyarakat Indonesia secara keseluruhan. Percaya atau tidak, bahkan disebutkan generasi milenial bangsa kita adalah yang paling rendah egonya di dunia. Selain itu juga dijelaskan informasi terkait siapa sih generasi milenial itu. Untuk titel milenial senior dipegang oleh manusia kelahiran pada 1983-1990 dan titel milenial junior dimiliki oleh yang lahir pada 1991-1998. Selanjutnya pihak IDN Media secara resmi dan elegan menyerahkan buku Indonesia Millennial Report 2019 ini ke Jusuf Kalla dan tokoh-tokoh lainnya di panggung utama. Data-data dan kajian itu diharapkan dapat menjadi pegangan bagi pemimpin negara dalam mengendalikan pesawat yang mesinnya kini didominasi dengan anak muda. Huh andaikan, mahasiswa-mahasiswi Indonesia kepikiran cara advokasi hal dengan cara sekeren ini.

~~

Sekali-kali Mejeng

Fakta baru yang ditemukan di sana adalah tentang stereotip orang dalam membangun bangsa. Dulu waktu SMA, lingkungan manusianya menimbulkan stereotip bahwasannya orang yang ganteng cantik gak mungkin pintar, dan yang gaul gak mungkin rapotnya bagus. Stereotip itu dipatahkan saat masuk ke ITB. Tapi selanjutnya muncul stereotip baru, orang yang tidak aktif di organisasi kemahasiswaan tidak mungkin bercita-cita membangun bangsa dan cita-cita itu hanyalah dimiliki oleh orang-orang “aktivis” yang gemar aksi, demo dan kajian. Lalu stereotip itu terpatahkan di Indonesia Millennial Summit. Walaupun orang yang hadir gaya berpakaiannya, gaya bicaranya yang lebay campur aduk Inggris-Indonesia, serta gaya gerak-geriknya, memang terlihat seperti orang yang egois dan acuh. Tetapi Hey! mereka masih membicarakan solusi-solusi permasalahan bangsa kita. Solusinya bahkan terdengar lebih berdampak masif tetapi tetap realistis. Mulai dari solusi dengan memperbaiki permediaan, mendirikan perusahaan Indonesia yang andil di pasar internasional, menjadi sosok influencer kebaikan, mendirikan poros politik baru, hingga mempersiapkan kader terbaik generasi milenial.

Karena itu juga Go For Indonesia—gerakanku untuk menebar inspirasi anak muda Indonesia—tidak melulu tentang orang yang mengajar, mengabdi di desa, turun ke jalanan, atau semacamnya tetapi juga tentang orang-orang yang berusaha menebar kebaikan dan manfaat kepada khalayak banyak dengan cara yang mereka sukai masing-masing.

Intinya mah banyak jalan menuju Roma, juga banyak cara menuju Indonesia Sejahtera.

~~

Dengan Bos-Bos Besar Indonesia
Dito Ariotedjo
Panelis Politikus Muda

Sebelum datang kesini, orang tua sempat mewanti-wanti karena takut anaknya didoktrin sesuatu (cari tau sendiri kenapa bisa begitu hehe). Tetapi yang namanya hal baik tetaplah hal baik dan hal benar tetaplah hal benar.

Jadi gini, banyak poin baik terlontarkan di tiap mulut pembicara. Enaklah didengar, dan mungkin disetujui oleh banyak audiens yang hadir, tapi belum tentu sepenuhnya benar bagiku. Waktu itu, di saat bos besar salah satu perusahaan negeri kita berbicara tentang kunci sukses perusahaannya. Beliau mengatakan kita harus se-passionate itu dengan pekerjaan. Harus bisa menjadi yang paling aktif, kontributif, dan kreatif. Mengerahkan semuanya untuk perusahaan, dll. Memang itu nasihat baik tapi belum tentu benar. Dalam pikiranku tuh, duh ini duniawi banget. Tapi sebenarnya tinggal dimodifikasi aja nasihatnya. Awalnya nasihat tentang membesarkan perusahaan, kini bisa diterima sebagai nasihat tentang membesarkan amal akhirat kita. Sesimpel itu.

Dulu ku sempat mencari-cari sebuah cara; Bagaimana bisa menjadi manusia yang banyak amalnya walaupun hidupnya hanya sebentar. Eh jawabannya ada di hadish hehe,

“Jika seseorang meninggal dunia, maka terputuslah amalannya kecuali tiga perkara (yaitu): sedekah jariyah, ilmu yang dimanfaatkan, atau do’a anak yang sholeh” (HR. Muslim no. 1631)

Yap jawabannya adalah dengan sebuah legacy.  Layaknya orang-orang hebat di atas panggung itu ,yang sudah jadi bos perusahaan besar yang tiap keputusannya jika diniatkan untuk sedekah maka wah ngocor kali ya amalnya, mereka adalah orang-orang yang sedang membuat legacy. Walau bos ini nanti meninggal, pasti akan ada yang melanjutkannya, terus kebermanfaatannya masih mengalir dari perusahaan yang ia rintis. Apalagi semakin dibuat besar perusahaannya semakin besar penerima manfaatnya. Jadi kalau mereka berlomba-lomba bisnis dalam keberhasilan harta dunia saja, kita bisa berbinis dengan niatan berlomba-lomba dalam kesuksesan akhirat.

Ngomong-ngomong, walaupun bos-bos ini literally sudah jadi raja bisnis Indonesia. Mereka humble banget! Mutia bahkan konsultasi lama banget dengan salah seorangnya. Empat mata! keren.

~~

Kepala Keluarga Lama

Saat istirahat makan, tiba-tiba ada pemuda yang menghampiri dan bertanya, “Kamu Fayed dari ITB ya? Anak Skhole bukan?” Siapa ini pikirku. Tubuhnya besar, penampilannya segar, wajahnya tidak familiar. Saya mulai curiga. Mau jawab “Siapa ya?” tapi takut gak sopan. Akhirnya yasudah bertanya basa-basi siapa tau dapat klu. Ujungnya buntu, tidak berhasil tau. Aku tanya namanya sekarang. Dijawab “saya Kak Laksma”. Kaget dong! Kak Laksma… Kepala Sekolah Skhole yang ketiga sejak berdiri pertama kali. Sebelumnya hanya tau nama, eh sekarang ketemu langsung. Kagetnya lagi, dia tau aku haha. Ternyata selama ini dia masih memantau keluarga lamanya itu walau sempat studi di Belanda dan kerja di Jakarta. Luar biasa memang kader Skhole.

~~

Buronan Teman-Teman UNPAD

Memang,
sejak Jam 7 sampai Jam 18, lantai 11 ini dipenuhi anak-anak muda optimis lagi menghormati yang tua. Di kesempatan itu pula yang tua hadir menganyomi yang muda-muda. Aku sadar betul anak muda yang di sini hanyalah seperjuta bagian dari anak muda Indonesia. Orang tua yang di sini juga hanyalah secuil bagian dari orang tua Indonesia. Maka tidak bisa dikatakan acara ini menggambarkan kualitas atau nilai Indonesia secara keseluruhan.

Tapi… yang namanya sebuah revolusi. Semua pasti berawal dari buah pemikiran sekumpulan orang kecil.

Kini aku harusnya senang atau… takut.