Jenuh, ketika aku harus duduk lagi untuk dua jam kedepan saat hari sudah sore. Berusaha menegapkan tubuh agar rasa kantuk tidak berani datang.  Masih bulan Oktober saat itu, tepatnya tanggal 11, dosenku menjelaskan banyak hal tentang hidrodinamika. Topik yang sebenarnya menarik, tetapi diri ini sedang menunggu sesuatu. Sesuatu yang akan memulai sebuah tulisan ini.

Semakin lama waktu beterbangan, aku memutuskan untuk meninggalkan kelas sebentar untuk mengecek handphone. Pesan LINE dari berbagai orang muncul bertubi-tubi karena aku baru aktifkan data internetnya. “Pengumuman Hasil…” Kata-kata itu muncul secara sekilas. Akhirnya tiba juga! Sesuatu yang sebenarnya aku tidak berani untuk membukanya.

Sampai akhirnya, saat itu mengetahui bahwa aku menjadi bagian dari mereka, Peserta Diklat Diseminasi Khusus Aku Masuk ITB 2018.

Rasa senang dan khawatir saling datang silih berganti, tetapi aku mencoba mengingat motivasi pendaftaranku. Tertulis secara jelas di benak dan di tulisan pribadiku.

“Menjadi seorang inspirator dan influencer yang dapat membuat orang cinta dan ingin berbuat lebih kepada negerinya adalah mimpiku. Aku tidak bisa berbuat banyak untuk memperbaiki negeri ini, tapi aku yakin, KITA BISA. Aku yakin dengan mengikuti DK akan membukakan jalan bagi diriku untuk menjadi sosok yang akan terus menginspirasi orang lain dan membentuk inspirator-inspirator lainnya. Dengan amunisi cerita, foto, video, pelajaran, dan pengalaman yang kubawa dari sana, dan juga dengan senjata strategi kampanye itu dapat terjadi. DK juga aku yakini bisa menjadi bahan bakar untuk membuatku terus membara peduli akan nasib orang Indonesia, orang Indonesia yang sayangnya tidak bernasib baik untuk dapat menerima banyak informasi luar.”

Diseminasi Khusus AMI ITB adalah sebuah jalan untuk perwujudan mimpiku, aku harus semangat menghadapi hal itu. Jangan patah, aku harus kuat!

~~

Kini, mengisi waktu luang di sabtu malam, sembari mengenang memori diklat bersama mereka; Tigapuluh Mentari, yang siap untuk memberikan kabar gembira kepada orang-orang Indonesia bahwa mereka juga bisa berkuliah bahkan ke ITB. Tidaklupa sang Fajar yang telah melakukan tugasnya setahun lebih cepat.

~~

Sebuah hal yang patut disyukuri untuk mengenal kalian semua. Sekedar mendengarkan cerita kalian yang inspiratif, juga merasakan aura semangat Menyalakan Indonesia adalah hal yang luar biasa bagiku.

Tesimpan jelas, memori di saat para peserta diklat dibiarkan menuju pergi ke suatu tempat tanpa menggunakan alat komunikasi, alat bantuan penunjuk jalan, tidak ada kendaraan bermotor, dan hanya memiliki uang sepuluh ribu rupiah. Vivi dan Fio… Dua orang yang tidak pernah kukenal sebelumnya, kini menjadi inspiratorku untuk terus semangat dalam misi DK AMI 2018.

Tersimpul jelas, ingatan di saat kita saling mengajari. Mulai dari cara berbicara di depan umum, menggunakan kamera, melobi orang, menganalisa suatu kondisi, merancang perjalanan, hingga berbahasa daerah. Bukankah itu hal yang sangat indah?

Teringat jelas, kenangan di saat kita semua harus latihan fisik tiap pagi tanpa kenal kantuk. Tujuannya untuk meningkatkan stamina, tapi aku lebih mandapatkan manfaat bonding di dalamnya. Karena itulah akhirnya aku bisa mengenal ke-29 temanku yang luar biasa ini; Said, Fadhil, Gege, Rizal, Rama, Luthfi, Rais, kArief, Uus, Rian, Yoga, Fandy, kZaki, Sidik, Bagoes, Adit, Yunda, Tuti, Ainun, Muna, Mei, Dinda, kAfra, Haura, Aul, Caca, Vivi, dan Fio. Sebenarnya yang duapuluh sembilan adalah Anggi, tapi sayang dia harus berhenti diklat sejak awal.

~~

Namun sayang, November harus mengakhiri keindahan ini dengan sebuah perpisahan. Perpisahan yang InsyaAllah mengarahkan ke yang terbaik. Setidaknya kita telah berkumpul bersama di Saraga pagi dan malam itu, untuk mengenang masa-masa terakhir kita sebagai peserta diklat awal.

Aku yakin, kita semua adalah orang-orang hebat.

Terima kasih untuk segala kenangan dan pembelajarannya, kita pasti bisa terus menerangi Indonesia dengan jalannya masing-masing.

Dengan segenap rasa cinta
Bandung, 25 November 2017

Fayed, Pemimpi Tapi Tidur