Di tengah rapuhnya tubuh, badan berbaring pasrah. Bernafas bersusah payah. Menggigil dingin tak karuan. Tak ada tatapan mantap. Hanya dentuman jam terdengar di antara kesunyian.

Dia yang sakit pun berdamai dengan waktu. Berharap agar waktu berjalan dengan cepat. Supaya diangkat sakitnya segera. Supaya digugurkan dosanya tak tersisa.

Sungguh, tak banyak yang perlu dilakukan selain hanya menunggu waktu adzan. Waktu yang datang hanya lima kali ini dinanti sebagai sebuah kesempatan. Bagi mereka yang ingin bercerita dengan Penciptanya.

Dikiranya selain mereka, waktu ibarat musuh yang kita tak akan pernah lolos darinya. Mau bersembunyi atau berlaripun semua sama saja. Waktu akan tetap di sana, mengikuti dan membayangi. Seakan sambil berteriak ”ayo kejar deadline!” atau mungkin ”kalian akan terus menua!”.

Tapi sekali lagi, tidak bagi mereka, yang tenang dan sadar bahwa semua ini hanyalah tentang hidup di antara waktu adzan. Tiap harinya, mereka seakan melihat apa yang tidak biasa dilihat. Tentang energi, angin, cahaya, dan dunia yang unik di tiap waktu.

~~

Sewaktu sehat.

Di antara waktu tengah malam dan Adzan Subuh, diutus mereka kalimat-kalimat ke langit. Mengetuk pintu surga tanpa penghalang. Memohon, meminta atau sekedar salam melepas rindu. Di waktu ini, hati dan pikiran pun kompak saling menenangkan. Energi baik diserap, memutihkan apa yang hitam, melebarkan apa yang sempit.

Lanjut di antara waktu Adzan Subuh ke Ashar, mereka siap melakukan apa yang menjadi tujuan hidupnya. Menuntut ilmu, mencari penghasilan, melakukan silaturahmi, dan tetap mengingat Sang Pencipta dengan ibadah. Adzan Dzuhurnya ditunggu sebagai momen beristirahat dan penekanan bahwa semua yang dilakukan, hakikatnya adalah untuk ibadah.

Setelahnya waktu Adzan Ashar, maka tiba pula waktu untuk memohon ampun atas apa yang telah dilakukan. Sengaja atau tidak sengaja. Sendiri atau tidak sendiri. Diketahui atau tidak diketahui. Tetap mereka memuji dan memohon ampun atas semuanya.

Beda dengan waktu antara magrib isya, waktu yang biasa disebut magriban ini mereka nikmati dengan keluarga. Ibadah, bercanda, bermain, atau bahkan belajar bersama. Tawa canda, tenang menyelimuti diri. Merasakan surga dunia sebelum tiba waktu Isya. Melakukan refleksi diri sebelum menutup hari.

~~

Memang terlalu ideal, terdengarnya di telinga. Seakan tidak realistis atas kesibukan dunia zaman sekarang. Tapi sombong sekali kita, saat mengeluh 24 jam yang dikasih masih tidak cukup. Bahkan untuk sekedar mengingat-Nya.

Tapi begitulah manusia yang memang pelupa. Maka semoga, sakitnya kita bukan karena teguran. Apalagi peringatan. Tapi justru karena kerinduan diri akan prinsip hidup di antara waktu Adzan.