Layar hitam. Nama aslinya adalah Black Mirror. Itu nama film berseri dari Netflix. Film itu lah yang mengacak-ngacak pikiran sebulan terakhir ini. Termasuk juga yang mengingatkan sesuatu di momen sidang tugas akhir hari ini. Sesuatu itu kurang lebih berkata “Apalah hebat manusia, sesungguhnya mereka hanyalah makhluk hina yang aibnya ditutupi oleh-Nya.”
~~
Saat menonton episode “Shut up and dance” film Black Mirror, dada menjadi sangat panas. Perasaan sangat bercampur aduk. Pikiran dipaksa terus berputar. Karena awal ceritanya langsung aneh. Namun semakin berjalan, semakin jelas maksudnya. Intinya cukup simpel. Ini tentang manusia-manusia yang ‘bermain’ terlalu dalam di internet hingga terjebak ke dalam perangkap orang usil. Bermain di sini bukan menikmati game, ataupun musik, melainkan menikmati sesuatu yang akan sangat malu jika diketahui oleh orang lain. Contohnya: menikmati video anak kecil. Yang jika kita menontonnya maka akan dicap pedofil.
Tokoh utama di film itu adalah lelaki remaja sekolah. Dia memiliki kerja sampingan sebagai pelayan di sebuah restauran. Sifatnya sangat baik, terutama kepada anak-anak kecil. Namun pada suatu malam dia terpaksa mencari hiburan di internet, namun tidak sengaja terlalu dalam. Diam-diam, ada malware yang membuat webcam di laptopnya merekam apa yang dia lakukan. Keesokan harinya, lelaki ini mendapatkan email. Isinya sebuah ancaman. Lelaki ini disuruh melakukan banyak hal tidak jelas, jikalau tidak dilakukan maka rekaman dia yang sedang menikmati video tidak pantas itu akan disebar. Tentu lelaki ini jadi mabok bukan kepayang. Satu jam film berlangsung. Satu jam itu pula hal-hal gila dalam film terjadi. Akhir dari cerita ini sangat mengenaskan. Tonton saja sendiri kalau tidak percaya.
Begitulah manusia. Satu aib saja dibuka, bisa raib satu muka. Berarti betapa baiknya Tuhan kita. Yang memiliki kemampuan Maha Melihat. Dikenal juga Yang Maha Tau isi hati. Tetapi masih memberikan hambanya kesempatan untuk bertaubat memperbaikinya. Andai saja seluruh noda di hati kita ditampilkan. Menjadi apalah guna sebuah pujian. Andai saja seluruh niat busuk dalam hati dibongkar. Maka jadi apalah guna kata terima kasih.
~~
Sore tadi, sidang tugas akhir tadi, sudah selesai. Empat tahun kuliah di ITB ditutup dengan itu. Ucapan-ucapan indah berdatangan. Kaget aku! Setelah menyadari sebuah kesamaan dari banyak ucapan itu. Mereka sama-sama menganggap aku “inspiratif”. Hey! Bagaimana orang-orang bisa mengatakan demikian? Ku hanya bisa mengaminkan dengan senyum-senyum. Selayaknya berpikir, tahu apa mereka tentangku?
Andai saja mereka tahu, mungkin mereka akan memilih mendoakanku, bukan malah memujiku.