The smile that trembles deep behind your tears
is the promise of Allah since the beginning of time.
You were not in my memories,
But today is born sparkling,
like the day when we first met.
You are gonna live forever in me,
in every song of the seasons,
since the promise of Allah won’t ever end.
Bertahun-tahun lamanya kalimat ini berdiam diri dalam benak pikiran, senantiasa jadi penguat diri di masa-masa sulit. Aku tidak boleh gundah gelisah, apalagi menyerah untuk terus mencari seseorang yang akan menemani sisa pengabdian ketaatanku kepada Allah.
Saat itu aku benar-benar percaya. Bahwa Allah sedang menjanjikan ku akan sesuatu yang tak akan pernah kuduga sebelumnya. Janji bahwa suatu hari, aku akan melihat pasanganku tersenyum di balik tangis air matanya. Senyum yang akan ku selalu ingat selamanya. Tangis yang akan ku selalu resapi setiap waktunya.
Itulah kalimat yang akhirnya ku sampaikan, sebagai pembuka dari sebuah buku persembahan untuk pasangan. Buku dengan judul “Hari Ini Telah Datang” adalah cita-cita bukti cinta yang ku akhirnya berikan di hari pernikahan. Pujian-pujian ku syairkan, sanjungan ku ucap-ucapkan. Walau itupun tidak cukup untuk menunjukkan, sebab rasa cintaku kepadanya pasti tak akan berhasil terbayangkan.
Setelah menikah bulan Mei lalu, kami mulai menjalani ibadah yang durasinya bertahun-tahun lamanya. Ibadah yang sangat dinamis tapi penuh akan ladang pahala. Ibadah yang hanya bisa berhasil dihadapi jika dengan ilmu yang cukup, mental yang kuat, dan kesabaran yang banyak. Kami memahami bahwa semua ini perlu dilakukan karena Allah. Niat ini adalah ibadah yang sedang sama-sama kami perjuangkan. Sebab tak akan lelah, mereka yang melakukan sesuatu dengan niat ibadah karena mencari ridho Allah.
~~
Selamat datang di bahtera bernama keluarga. Kita akan menjelajahi laut luas bersama-sama. Lama nan jauh, betul memang. Tapi semoga buku ini bisa menjadi bahan penghibur kita di kala laut tenang, juga sebagai bahan penenang di kala laut menantang.
Buku ini telah ditulis sebagai niat dan doa seorang Fayed. Sebelum perkenalan diriku dan istri terjadi, ku sudah senantiasa mengetuk pintu-pintu langit. Berharap dan berdoa agar ku bisa diberikan pasangan dan anak keturunan yang beriman, bertaqwa dan taat kepada Allah. Ku juga sampaikan doa-doa baik lainnya. Sebab aku tidak tahu dengan siapa aku akan menikah. Kapan, di mana, dan bagaimana pun juga tidak tahu. Bahkan tidak tahu apakah aku akan dikaruniakan anak atau tidak. Tapi apa salahnya kita berdoa optimis sejak awal. Allah kan senang hambanya yang gemar meminta dan berdoa.
Dari buku ini, ku ingatkan padanya, jangan lupalah untuk terus berdoa dan jadikanlah itu sebagai kebiasaan. Agar anak, cucu, dan keturunan kami nantinya senantiasa diselimuti oleh kebaikan dan keberkahan atas doa orang tuanya. Berdoalah agar mereka menjadi hamba Allah yang beriman, bertaqwa, beruntung, berilmu, berbakti kepada orang tua, dan berlimpahkan rezeki-rezeki yang terbaik.
Ku sampaikan juga kepada sang istri supaya berharap agar mereka menjadi manusia yang bersyahadat dengan dorongan hati sendiri. Juga menjadi ahli sholat, ahli kitab, ahli zakat, dan ahli puasa. Tak lupa berharap agar mereka menjadi manusia yang sanggup melaksanakan haji bahkan membantu memberangkatkan haji orang lain. Lalu berkeinginan agar mereka bisa menjadi pemimpin bagi orang-orang bertaqwa, cakap parasnya, hatinya, ucapannya, dan perawakannya. Terakhir bermimpi agar keturunannya menjadi mata air bersih yang mengalirkan deras pahala amal jariyah kepada orang tuanya.
~~

Pada 5 September 2021, hari itu lah saat ku merasakan sesuatu yang berbeda. Kamu yang duduk di hadapanku, memang tak pernah ku kenal sebelumnya. Tetapi, senyum pagimu seakan membangkitkan harapan yang kupikir lama tuk datang. Maka terdengar bisikan hati, memberi tahu bahwa kamu lah jawabannya.
Tentu melegakan saat kita berhasil menuangkan titik-titik pikiran dan perasaan ke dalam tulisan. Melalui buku persembahan ini juga lah cerita-cerita diisi, dengan harapan bisa menjadi awal mula rasa nyaman tumbuh untuk mau terbuka dari hati ke hati.
~~
Jika kamu tidak menikahinya, maka kamu harus ikhlas melepas segala kelebihannya.Jika kamu berhasil menikahinya, maka kamu harus ikhlas menerima segala kekurangannya.
Kalimat itu pun tertulis di buku, atas kesadaran bahwa aku tetaplah manusia. Jangan lah dia menganggap ku manusia sempurna, apalagi suami yang sempurna. Begitu juga dengan diriku kepada istriku. Tak perlu dia merasa gundah gelisah untuk perlu menjadi sempurna. Jika kekurangan, nyatanya membuat cinta semakin terasa.
Lagipula, jika kita bertemu calon pasangan 3 jam seminggu, maka kita hanya tau sifat dia 3 jam seminggu. Jika kita ingin mengenal sifat seseorang 24 jam 7 hari maka kita perlu hidup bersamanya 24 jam 7 hari. Maka disitulah pentingnya sebuah proses pengenalan seumur hidup. Memang bukan sesuatu yang mudah untuk dilakukan. Tapi akan terasa indah saat kita paham bahwa tiap manusia diciptakan dan dibesarkan secara berbeda-beda.
~~
Sesaat setelah menikah, cepat atau lambat, rasanya sudah menjadi kewajiban suami untuk mengingatkan pasangan agar tetap menjadikan orang tua sebagai pengisi hati terbesarnya. Setelah seluruh banting tulang dan kasih sayang yang orang tuanya berikan, maka sudah gila, jika pada ujungnya diriku melarang pasangan menemui bahkan berkeinginan membahagiakan orang tuanya. Mereka lah yang telah mendidik dan menjaga, dua puluh lima tahun lamanya! apalah aku yang hanya kenal dirinya kurang dari setahun.
Dengan buku ini, aku ajak dia untuk mengejar surga dunia dan akhirat melalui mereka. Bahkan, kapan-kapan perlu memanjakan mereka. Mencuci kaki mereka yang mulai terasa lemas. Memijat kepala yang mulai beruban. Memberikan hadiah yang tak pernah disangka. Juga yang terpenting adalah untuk selalu mendoakannya di setiap waktu.
Aku yakin kami bisa. Jika pun nyatanya terasa sulit, kami sekarang ada untuk saling membantu dan mengingatkan. Mohon doanya!
~~
“Jadikan aku suamimu yang kamu idam-idamkan, maka aku akan berusaha. Dan berilah kesempatan kepada aku menjadikan kamu istri yang diidam-idamkan pula.” BJ Habibie
Aku jelaskan kepada dia tentang konsep Dialektika Cinta. Saat dicintai adalah hak, maka mencintai adalah kewajiban. Bagi kami pasangan suami istri, satu sama lain perlu merendahkan egonya, dan mencurahkan perhatiannya hingga terjadilah sebuah keindahan. Maka merugilah jika cinta hanya menjadi iming-iming belaka. Saat satu sama lain, meninggikan egonya, dan menahan perhatiannya.
Aku juga ceritakan kepada istri tentang konsep Bahasa Cinta. Jadi kemungkinan besar bahasa cinta adalah memang kunci sukses sebuah cinta. Kita akan mengetahui apa sebenarnya yang bisa bernilai ibadah lebih saat berhasil menjawab kebutuhan cinta pasangan kita. Kita juga bisa refleksi apa sebenarnya bahasa cinta yang sering kita keluarkan selama ini. Apakah ada kecocokan atau mungkin tidak? jika tidak terjadi kecocokan, dari sana kita hanya tinggal menyesuaikan diri.
Dalam penyesuaian diri, caranya ada dua. Pertama adalah merubah bahasa cinta giving kita agar cocok dengan bahasa receiving pasangan kita. Dan kedua, merubah bahasa cinta receiving kita agar cocok dengan bahasa giving pasangan kita. Dan ternyata, kedua cara itu bisa dilakukan bersamaan! Ah itulah indahnya mereka yang sudah halal berpasangan. Keberkahan dicari dengan saling mengalah di bagaimanapun kondisinya. Dari saling mengalah itu, semakin terbangun cinta yang hakiki, karena itulah Janji Tuhannya.
~~
Ketahuilah, sombong itu bisa menggerogoti hati dan pikiran manusia. Kehadirannya sangat samar padahal cirinya mendasar; merendahkan pasangan dan meninggikan diri sendiri. Bukan hanya ada di kata-kata tetapi juga ada di kepala-kepala.
Jadi bisakah kita saling mencintai dengan segala kerendahan hati?
Melalui buku ini, ku juga mengingatkan bahwa setelah menikah telah tercipta kebebasan dan keterbatasan yang baru. Yang darinya, kita bisa bebas melakukan banyak hal baru dengan pasangan, tetapi jadi perlu memprioritaskannya dari hal lain. Kita juga harus menjaga perasaan tidak enak hati ke pasangan daripada yang lain. Dan sudah sepatutnya, kita tidak memaksakan keluar dari aturan keterbatasan ini. Sebab akan selalu ada rasa pasangan yang patut dijaga dan dipelihara. Bukan begitu?
Lalu tentang kepercayaan, sebuah modal penting dari sebuah pernikahan. Hal yang satu ini munculnya susah, tapi hilangnya mudah. Problematik sekali. Ku sampaikan pentingnya nanti bisa saling percaya satu sama lain. Percaya yang akhirnya membuat berani untuk saling terbuka dan saling mengerti. Janganlah masing-masing lebih mempercayai orang lain daripada pasangan sendiri. Sungguh, pasangan kita adalah pakaian kita. Maka curhatilah, ceritakanlah, bersamanya di waktu berdua..
~~

Tak pernah ku impikan ku harus membawamu ke daerah mana, apalagi negara mana. Di waktu sisa berpikir, hanya ada dua jawaban terlintas, yaitu aku ingin naik haji bersamamu dan aku ingin membawamu ke rumah baru kita.
Di tengah hiruk-piruk kondisi dunia, aku tetap berkeinginan punya rumah sendiri. Ku sampaikan juga melalui buku ini. Tujuannya? Biar dia sadar itu adalah cita-cita suaminya dan jadi bisa ikut diusahakan dan didoakan.
Rumah yang seperti apa? Ku sampaikan tak peduli sebesar apa atau semewah apa, yang penting rumah yang bisa memberikan makna ‘rumah’ sesungguhnya di dalam keluarga. Bukan rumah biasa, tetapi yang di bawah atapnya kami dapat bisa beribadah, berdoa, berikhtiar hidup dan bermimpi bersama. Serta tentu, rumah yang mendatangkan keberkahan kepada yang ada di dalamnya.
~~
Istriku, berapakah angka yang cukup untuk menafkahi hidupmu? juga berapakah angka yang cukup untuk menenangkan hidup keluarga kita nantinya?
Pahamilah, jika angka cukup kita masih jauh lebih besar daripada apa yang kita punya, maka rasa syukur tidak akan keluar. Jika rasa syukur tidak keluar, maka jangan harap Allah akan menambah nikmatnya kepada kita.
Ku telah mengajaknya membangun keluarga yang sangat mudah sekali bersyukur atas nikmat-nikmat yang diterima dan menjadikannya bahan bakar untuk terus semakin dekat kepada-Nya. Caranya dengan pandai menahan keinginan agar dapat menjaga angka cukup tetap rendah hingga tidak mempunyai pasak lebih besar dari tiang.
Ku juga cerita bahwa sejak kecil ku sudah diajarkan kalau pakaian adalah dakwah dan kerapian adalah nasihat. Jika Islam mencerminkan kebersihan dan keindahan, maka tampilan kami berdua harus terlihat bersih dan indah, minimal untuk satu sama lain. Tidak lupa tetap ku ingatkan bahwa menjadi mukmin tidaklah menghalangi menjadi kaya dan menjadi kaya tidak menghalangi menjadi mukmin.
~~
Begitulah sebagian cuplikan dari buku persembahan bagian satu ini, semoga bermanfaat. Loh bagian satu? Ada buku selanjutnya dong? Iya ada. Semoga! Setelah hari itu telah datang.
Terakhir, ku hanya ingin menyampaikan ke teman-teman yang membaca. Ingatlah bahwa Suami akan dikenang dari apa yang diberikan ke istrinya saat dia telah tiada dan Orang tua akan dikenang dari apa yang diberikan ke anaknya saat dia telah tiada.
Jadi kita ingin dikenang bagaimana?
Ferry
Subhanallah,
Apapun yg terucap dalam sanubari sehingga menjadi sebuah keinginan, maka akan terjadilah dan terkabullah,maka terus latih keingininan yg timbul dari sanubari, Fuadi atau hati paling dalam lainnya termasuk keinginan berhaji dan rumah baru. Insyaallah terkabul, alfatihah