Akhirnya hari pertama di pulau, hari yang ditunggu-tunggu, telah datang. Destinasi pertama kami dalam perjalanan berhari-hari tampak luar biasa indahnya. Kami yang berkumpul di anjungan depan pantai terus membuka mata lebar untuk menganggumi hijau birunya pemandangan di hadapan kami. Angin pun juga tampak bahagia berputar-berputar dingin di badan kami.

Dermaga beton tua sedang menanggung beban-beban manusia yang sudah siap menyambut kerabat, keluarga, bahkan bahan jualannya. Tiap orang bergotong royong untuk saling membantu menurunkan dan menaikkan muatan dari kapal. Diriku yang jarang melihat aktivitas pelabuhan sangat terkesima, ternyata ini yang orang-orang biasa lakukan di dermaga.

Selain tim ekspedisi dan masyarakat ternyata ada orang lain yang disebut sebagai penumpang kapal. Mereka adalah Anak Buah Kapal (ABK). Mereka tampak baik, padahal baru sehari tetapi mereka sudah akrab atau banyak berinteraksi langsung dengan kita. Pagi itu, tim kami sudah kehabisan stok makanan dan berniat untuk turun ke Pulau Masalembo berhubung kapal akan bersandar untuk waktu yang cukup lama. Siapa sangka, para ABK juga sedang kelaparan, akhirnya mereka menawarkan kami untuk makan bersama di warung tempat kesukaan mereka; Warung Bandar Syahbana.

Bersama beberapa awak kapal serta kapten kapal, di warung makan, kami disuguhkan makanan-makanan seafood dan minuman es soda gembira. Tapi minuman es di sini tidak terlalu berdampak karena suhu di pulau sangat panas. Lalu ada makanan seafood yang baru kulihat pertama kali yaitu cumi dengan tinta sebagai kuahnya serta udang kipas goreng. Sayang, kami datang di bulan delapan. Katanya kalau kita datang pada bulan sembilan atau sepuluh akan lebih banyak variasi seafood seperti rajungan dan lobster. Secara keseluruhan makanan, minuman, suasana, dan momen kebersamaan dengan seluruh tim ekspedisi dan kapten beserta anak buah kapalnya benar-benar membuat awal perjalanan ini semakin menarik.

Sejam setelahnya, berhubung kami butuh untuk membeli barang, yaudah beberapa dari kami, Isma, Sidik, Slam, dan diriku, pergi menyusuri jalan utama pantai untuk mencari pasar terdekat. Perumahan di jalanan yang kami terlusuri sudah cukup modern. Banyak toko elektronik, counter HP, bahkan tempat karoke kecil. Sudah banyak mobil dan motor juga yang lalu lalang. Tapi hal tersebut tidak membuat pulau ini “sedikit modern” dalam berjualan hasil tangkapan ikan. Mereka masih berjualan secara eceran di pinggir jalan. Pasarnya juga terkesan sporadis karena tidak memiliki tempat yang khusus. Pasar yang kami kunjungi kebetulan berada di gang-gang antar rumah warga dengan fokus barang sandang dan pangan sebagai bahan dagang.

~~

Kurang dari tiga jam kami menginjakkan kaki di pulau pertama dari pulau-pulau yang akan kami kunjungi. Impresi awal perjalanan sudah sangat baik. Pantainya benar-benar mengelilingi pulau secara keseluruhan. Bahkan sebuah rumah warga biasa saja sampai punya halaman belakang pantai putih sendiri. Di sepanjang perjalanan, terutama saat menyusuri trestle dermaga, aku tiada henti terus bersyukur dan memuji-Nya karena laut di sini bagaikan langitnya, sangat bening serta terlihat biru dan hijau. Bahkan melihat kapal-kapal berlabuh saja sudah seperti melihat kapal yang mengapung di udara. MasyaAllah!

Diriku kadang bersyukur di pulau ini tidak ada sinyal telekomunikasi. Mungkin jikalau ada, aku akan terlalu sibuk dengan memamerkan apa yang kulihat lewat akun instagramku (@fayeddd). Tapi sekarang, aku bisa membiarkan lensa mata dan kameraku lah yang menikmati keindahan pulau dan membiarkan surat ini menjadi cerita untuk kalian.

dan..
Perhentian selanjutnya, Pulau Keramian. Sampai jumpa di sana!

Sanus 57, Pulau Masalembo, 6 Agustus 2017

 

Fayed, Pemimpi Tapi Tidur