Indonesia sedang bingung. Yang mana yang harus diprioritaskan. Gejolak terjadi di seluruh penjuru. Panas api dan aksi tak kunjung padam. Buminya pun kembali diguncangkan. Tapi untung, kita sedikit dapat hiburan. Yang mungkin juga adalah sebuah tanda titik balik, yaitu aksi demo anak STM.

~~

Kalau kita melihat aksi anak sekolah akhir-akhir, sebenarnya kita tidak hanya sedang melihat kerumunan anak SMK dan STM. Melainkan kita sedang melihat batu-batu emas berceceran. Bayangkan saja, mereka datang begitu anehnya. Selesai sekolah, mereka berkumpul, bergerak dengan segala cara uniknya, tak peduli panas menyengat, atau nyawa terenggut. Mabar mobayl lejen pun mereka ditinggalkan. Alasan mereka simpel : (satu) karena ingin membantu abang-abangnya (dua) karena ingin menyelamatkan bangsanya.

Ini sesuatu yang sangat ‘pemuda’. Sesuatu yang murni. Dan kalau sudah murni, tentu itu menaikkan kualitas jual ‘emas’ tadi.

Eh tapi sangat disayangkan. Aksinya selalu berakhir ricuh. Kondusifnya mantan ibukota diacak-acak. Otak dikesampingkan, otot dikencangkan. Citra polisi memburuk. Citra aksi mereka pun begitu. Mahasiswa juga seakan disalahkan. Kok ngajarin yang enggak-enggak.

Mau gimana lagi. Kita mahasiswa ga pernah menyangka adik-adiknya bisa seliar itu. Eh adik? Mereka nganggep kita abang, kita nganggep mereka adik gak ya? Gaktau, pikirkan aja sendiri. Tapi tiada kata telat untuk memperbaiki. Terutama memperbaiki kualitas adik-adik kita tadi. Layaknya batu emas, memang harus dibersihkan dulu supaya terlihat emas sesungguhnya.

Tau cara apa yang kupikirkan?
MEGA ROADSHOW and CAMPAIGN AKTIVIS KAMPUS KE SEKOLAH-SEKOLAH.

Biarkan mahasiswa aktivis yang tidak sengaja jadi tenar dan banyak fans akibat aksi kemarin ini berkunjung langsung ke STM sederajat untuk meluruskan dan menanamkan nilai luar biasa kemahasiswaan. Tujuannya tentu untuk menciptakan tali silaturahmi abang dan adik. Yang nantinya tidak hanya akan ngobrol-ngobrol tentang aksi, tapi juga tentang seluruh proses berpikir di baliknya dan metode alternatif lainnya.

Pada catatan Ki Hajar Dewantara, diungkapkan bahwa pergerakan pemuda itu penyokong besar untuk pendidikan bangsa, baik yang menuju kecerdasan jiwa ataupun budi pekerti. Begitulah beliau memandang potensi seorang manusia yang baru hadir 14 tahun di muka bumi.

Jadi kenapa tidak, kalau kita bantu sharing nilai yang luar biasa nan krusial dalam hidup kemahasiswaan ke adik-adik ini. Nilai ituloh. Yang penting banget buat kehidupan berbangsa. Tentang kepemimpinan dan integritas. Atau berpikir kritis, atau berkarya nyata, atau bermanfaat di masyarakat, atau bercita besar. Atau terakhir yang gak kalah penting : khusyuk dalam memaknai peran.

Wah gak kebayang kerennya, kalau orang-orang sekelas ‘mahasiswa’ sudah bisa hadir sejak di bangku-bangku sekolah. Nanti mereka sudah akan bisa bertanggung jawab akan peran pribadi, terdorong untuk terus bermanfaat dengan caranya masing-masing, dan mungkin… akan lebih merdeka dari pelbagai template hidup anak sekolahan yang meinstream.

Apalagi sekarang kita berada di era disrupsi. Segala hal berubah sangat cepat. Tidak peduli orang Indonesia ada di mana, atau umur berapa, pasti akan kena efek perubahan cepat itu. Jadi daripada kita membiarkan adik-adik ini berubah ke arah yang justru aneh-aneh, kenapa gak sedikit disetir ke arah yang sejalan dengan visi Indonesia Emas.

Aduh apa lagi Indonesia Emas? Kok udah jarang terdengar juga.
Jangan-jangan kita udah gak peka akan itu.

.

Foto dari : Fajar Pendidikan