Gawat, yang kayak begini semakin viral. Di platform online atau offline juga sama saja. Tentang uang dan cara mengatur uang. Yang katanya segala hal perlu dipersiapkan dengan menghitung dan menabung, termasuk segala risiko di 50 tahun kedepan. Ditambah sekarang lagi ngetren, investasi uang di saham. Atau biar tidak ribet, serahkan ke manajemen ahlinya—yang ini disebut Reksa Dana.
~~
Manajemen Finansial. Manajemen Keuangan. Tips Mengatur Uang. Tips Pensiun Dini. Serta berbagai judul serupa lainnya. Judul kayak gitu memang sangat menggoda. Apalagi untuk anak muda Indonesia zaman sekarang, yang sudah terlanjur enak hidup dengan barang mewah. Tak peduli rumah hanya 2 x 3 meter, yang penting bisa menyicil motor 50 jutaan.
Katanya, sudah sepatutnya anak muda melek dengan uang. Tidak boleh lagi ada cerita ‘bokek’ karena pengeluaran lebih besar daripada pemasukan. Tidak boleh lagi ada cerita panik akan masa depan sebab tidak menyiapkan tabungan yang banyak di bank. Tidak boleh lagi kalah dengan kebutuhan dadakan karena lupa berasuransi. Semua diperhitungkan. Diperkirakan. Biaya menikah, biaya hidup, biaya kelahiran anak, biaya pendidikan, biaya sakit, biaya ini, biaya itu. Semua direka-reka dengan kalkulator manusia, agar semua hasil selalu positif hijau dengan harapan agar tentram di masa akan datang.
Tapi bagi sebagian orang, justru yang seperti itu tidak akan membuatnya tenang. Lama kelamaan diri akan terobsesi dengan perencanan dan hanya akan menumbuhkan rasa takut berlebihan terhadap masa depan. Tau apa prinsip yang dipegang oleh perusahaan asuransi? “Orang takut risiko = sumber uang melimpah”
Janganlah ketakutan itu membuat kita jadi lebih suka fokus pada kebahagiaan lingkaran sendiri dan memosisikan seakan hanya kitalah yang memegang penuh akan hak uang itu. Menabung boleh. Merencanakan boleh. Tapi jangan berlebihan. Malahan kalau kata orang bijak, asuransi kesehatan terbaik adalah membantu membiayakan kesehatan orang yang sakit. Dan, asuransi pendidikan terbaik adalah membantu membiayakan sekolah orang yang butuh. Ingat, uang itu hanyalah satu elemen dari banyaknya elemen dalam Rezeki. Dan tiap rezeki ada porsi hak orang lain di sana.
Sebentar-sebentar, kayaknya ini bisa menyambung ke tentang itu, eh mending menyanyi dulu,
♫ Demi kamu aku pamit
♫ Sebentar Aku ke langit
♫ Akan kugendong rembulan
♫ Kukantongi bintang-bintang
♫ Segera kubawa pulang
♫ Ya hanya untukmu
~~
Baru akhir-akhir ini ku diajarin. Tahap pertama belajar manajemen keuangan adalah dengan membiarkan diri hidup independent. Tidak boleh minta uang lagi dari orang tua, sekalinya minta, itu berarti hutang. Mungkin diajarin karena udah mulai suka nyinggung-nyinggung ke topik itu–pernikahan.
Pandangan akan keuangan itu memang banyak sekali cabangnya. Tapi yang kupegang sekarang benar-benar cabang ghaib bin akhirat-oriented. Memang gak bisa dipungkiri, sebelum nikah itu ada aspek kesiapan yang perlu diperhatikan, salah satunya tentang persiapan finansial. Namun prinsipnya “Orang tua lu juga gak akan berani menikah kalau menghitung seluruh kebutuhan dengan kalkulator manusia.” Intinya mah jangan terlalu terpatok dengan kalkulasi manusia, di saat kalkulasi Allah swt itu beyond pemikiran manusia.
Terkadang, menikah itu adalah momen menderita dalam hidup. Tapi justru itu adalah kuncinya! Allah SWT tidak akan memasukkan hambanya kedalam surga sebelum mereka ditimpakan kesusahan, dan kesulitan.
Di masa-masa itulah kreativitas hamba akan diasah. Mau bagaimana orang ini menghidupi dirinya. Mau berikhtiar seperti apa orang ini agar minimal keluarganya makan. Puas-puasin belajar banyak, sebelum umur 40 tahun. Umur seperti kita memang selayaknya terus ditempa untuk meningkatkan kapasitas diri, walaupun harus jatuh bangun.
Ini mah bukan tentang berpenghasilan tetap, tetapi tentang tetap berpenghasilan. Ini bukan tentang pekerjaan tetap, tetapi tentang tetap bekerja. #gilsmantepbetul #kalimatdarisiapaini
Sekali lagi ingat, manusia banyak yang tidak maju karena terlalu banyak mengasuransikan kepada manusia. Padahal yang terbaik adalah asuransi kepada Allah SWT. Infaq adalah asuransi kehidupan kepada Allah SWT. Niatkan dan imani!
*oh iya, daripada uangnya ditabung atau diinvestasiin semua. Mending uangnya diputar ke lingkungan terdekat yang membutuhkan. InsyaAllah lebih barokah huehehe
Hanip
Kalau aku mikirnya, sebelum nikah itu justru adalah peluang untuk memanfaatkan 50% apa yg kita dapat untuk orang lain mas. Kalau kita sibuk mengkhawatirkan peluang dengan probabilitas nol koma (asuransi kesehatan misalnya), efisiensi kebermanfaatan kita untuk orang lain tidak akan pernah bernilai 1…
Makasih mas sudah menjadi pengingat walau hanya sekilas.
Btw aku sepakat tentang yg ramainya bahasan seputar duit dan gimana invest dengan bijaknya, nah selain duit kan ada waktu tuh yg bisa di-invest, ramai gak sih bahasan tentang itu mas? Mungkin manajemen waktu terdengar klise, tapi kalau investasi waktu gimana mas?
admin
Yes nip, mikir kayak gitu aku setuju. Yang penting jangan sampai ketakutan akan masa depan itu membuat kita jadi lebih suka fokus pada kebahagiaan lingkaran sendiri dan memosisikan seakan hanya kitalah yang memegang penuh akan hak uang itu.