Hari yang damai, seperti hari-hari biasanya. Di pantai, Anak kecil keluar bermain. Di kota, bapak-ibu saling menyapa. Mau yang di Aceh, mau yang di Nias, semua sama-sama damai. Namun saja orang-orang di kota keheranan, karena Bumi seketika bergetar ke kanan kiri, memisahkan jalanan, melunakkan pondasi, mencekamkan suasana. Beda dengan orang-orang di pantai, karena Laut seketika surut dan memberikan rezeki ikan yang melimpah. Ikan-ikan itu seraya panik seperti ingin memberitahu sesuatu, tapi manusia menganggap itu hanyalah usaha untuk menghindari tangkapan.

Lalu dalam hitungan menit semua telah rata. Desember, tanggal 26, tahun 2004, momen paling bersejarah bagi orang Nias, di saat Gempa dan Tsunami Aceh menghantam daratan mereka.

Kini Tim Talifuso Nias telah berdiri di tanah saksi peristiwa itu. Dengan semangat yang tak kalah besar dengan gelombang tsunami, kami bersiap keliling di Kabupaten dengan porsi sekolah terbanyak, Nias Barat. Rencananya adalah dua hari untuk enam sekolah pilihan terbaik; SMAN 1 Mandrehe, SMAN 1 Mandrehe Utara, SMAN 1 Lahomi, BNKP Karmel Doli-Doli, SMAN 1 Sirombu, dan SMAN 1 Lolowau.

~~

Hari pertama di Nias Barat, seperti biasa kami melakukan presentasi ke sekolah-sekolah dengan metode split untuk mengefektifkan waktu. Tak lupa juga menyesuaikan presentasi kami dengan kondisi daerahnya. Datang dengan yakin agar mereka juga yakin. Berusaha terus percaya diri agar mereka nantinya juga percaya diri.

Perlu kalian ketahui, Nias Barat memiliki pusat kota yang sangat terasa sekali “pusat”nya . Kota dengan jalanan selebar jalan tol, terbentang lurus dan mulus bagaikan jalanan ibu kota. Di sisinya berhias jajaran gedung pemerintahan bertingkat yang sudah seperti suasana di negeri Asia Tengah. Walaupun sebenarnya, tidak jauh dari sana jalanan akan tidak karuan lagi kondisinya. Nama kota itu adalah Mandrehe, kota berdirinya sekolah paling favorit sekabupaten.

 Petualangan Menuju SMAN 1 Mandrehe
Pegunungan Koridor

SMAN 1 Mandrehe sudah paham betul terkait pendidikan tinggi. Alumninya banyak yang tersebar di perguruan tinggi di Pulau Jawa. Sang kepala sekolah juga terus berusaha untuk meningkatkan angka ini dan menjebolkan siswanya sekali saja ke ITB. Terlepas dari kualitas sekolah ini, ada sesuatu yang unik. Tanah di sekitar sekolah masih suka bergerak sehingga beberapa lantai ada yang mencuat keluar dan ada yang masuk kedalam. Sehingga membentuk pegunungan mini di sepanjang koridor sekolah.

Perjalanan kami juga membawa kesan mendalam tentang sekolah yang antusias untuk mendapatkan wawasan tentang perguruan tinggi. Ada pula komentar bahwa sekolah mesti lebih diperhatikan lagi oleh stakeholder setempat. SMAN 1 Lahomi contohnya, baru mengetahui beasiswa bidikmisi, afirmasi, dan program peminatan ITB yang bisa dilalui oleh siswa-siswanya. Mereka banyak bertanya tentang tips agar bisa memasukkan siswa mereka ke ITB, yang tak lain jawabannya adalah harus bersusah payah di SBMPTN terlebih dahulu. Begitu pula SMAN 1 Mandrehe Utara dan SMA BNKP Karmel yang tercerahkan dan berani bertanya tentang kuliah setelah kami memberikan pemaparan.

Merah Putih di Tanah Utara Mandrehe
Semangat Nusantara
Antusias Tak Terlupakan
Her Expression be Like hmm

~~

“Siapapun, kalau ada anak-anak kami yang bisa masuk ke ITB, biaya tiket pesawat berangkat dari Nias ke Bandung ditanggung saya, agar kalian tidak takut untuk mengejar mimpi karena tidak punya ongkos berangkat kuliah”. Ucap seorang guru kimia kepada siswa-siswi kelas XII SMAN 1 Sirombu, yang waktu itu bertemu dengan Bang Jek dan Caca. Tentu hal itu membuat kami ternganga mendengar kebaikan hatinya.

Beliau adalah Pak David Purba, guru kimia SMAN 1 Sirombu yang membuat kami percaya bahwa tidak ada salahnya menjanjikan kebaikan yang sebenarnya sukar untuk membantu orang lain mengejar asanya. Tarif pesawat yang tidak murah bagi teman-teman di sini, rela ia perjuangkan untuk melihat kesuksesan anak didiknya agar mendapatkan pendidikan yang lebih baik. Semangat yang tak terbendung lagi terpancar dari raut wajahnya yang sedang berandai-andai apabila ia mampu mengantarkan anak didiknya sampai di Kampus Ganesha.

Saat itu sudah hari kedua di sisi barat Pulau Nias, yang mengagendakan kami untuk menunjungi SMAN 1 Sirombu dan SMAN 1 Lolowa’u. Dua sekolah yang berbeda kabupaten, Nias Barat dan Nias Selatan, serta bentang alam yang berbeda pula. SMAN 1 Sirombu terletak di daerah pesisir yang memiliki panorama pantai yang menawan. Sedangkan SMAN 1 Lolowa’u berada di atas perbukitan yang memiliki kontur menanjak dikelilingi pohon rimba.

Janji Kebaikan dari Tanjung Sirombu
Tak Ada yang Lebih Mulia dari Pengabdian Guru

Kedua sekolah tersebut termasuk daerah yang terkena dampak dari tsunami paling hebat. Trauma persitiwa masih tampak, namun bukan berarti untuk tetap diam, tapi lambat laun sudah menunjukan perbaikan.

Kami juga bertemu dengan salah satu korban dari bencana 14 tahun silam. Satu kakinya terpaksa tak bisa berdiri tegak lagi karena tertimba runtuhan rumahnya sendiri. Namun tubuhnya tetap berdiri tegap dan kini dia mengemban amanah yang mulia, yaitu sebagai guru. Saking mulianya, hingga Allah menjanjikan satu kaki seorang guru dipastikan akan menginjak tanah surga.

~~

Pulau Nias memang kadang menakutkan, apalagi jika di sepanjang jalan terlihat banyak anak di bawah umur membawa golok. Diayun-ayunlah golok itu sambil tertawa bersama teman lainnya yang membawa juga. Kami yang membawa motor sudah pasti menjadi sasaran empuk. Syukurnya, mereka seperti itu bukan untuk berbuat jahat, melainkan untuk memenuhi suruhan gurunya di sekolah. Di sini ada kebiasaan pada tiap tahun ajaran baru, setiap siswa wajib ikut serta kerja bakti membersihkan sekolah dari rerumputan liar dan salah satu peralatan yang wajib dibawa adalah golok.

Kerja Bakti Preman
Bersih Bersih Dulu

~~

Membantu orang lain bukan hanya untuk memenuhi kewajiban makhluk sosial, namun ada kepuasan batin apabila dilakukan dengan hati yang ikhlas. Kami memberikan sedikit hadiah dan buku bagi siswa-siswi di sana. Dengan harapan hadiah kecil mampu memberikan semangat kepada mereka agar tetap memiliki asa, bukan malah berputus asa.

“Pasang stiker ITB di kamar mandi kalian, atau di samping tempat tidur, atau di meja belajar, atau di cermin, semoga saat kalian melihatnya kalian jadi bisa lebih semangat untuk mengejar mimpi itu.” Canda kami yang mungkin dulu melakukan hal serupa.

Tak lupa karena Diseminasi Khusus bukanlah tentang presentasi lalu pulang, melainkan juga membimbing setelah kami sudah kembali ke Bandung, maka kami meninggalkan kartu nama agar mereka bisa menghubungi di kemudian hari. Keuntungan dari melakukan ini adalah jumlah followers Instagram kalian akan naik drastis dalam lima hari, bercanda! itu hanya bonus. Keuntungan sebenarnya adalah kalian jadi bisa lebih tau masalah penghambat pribadi dari teman-teman di sini. Tiba-tiba saja waktu setelah DK ini, ada orang tua yang menelpon kami untuk bertanya banyak dan bercerita hal-hal.

Ada Kartu Nama Talifuso Nias Juga
Ada Pula Buku Titipan dari Teman-Teman Ganesha
‘Selalu ada Pelangi’ dari Bidikmisi
Semakin Banyak Kau Memberi , Semakin Banyak Kau Memperoleh
Pekerjaan yang Menyenangkan adalah yang Banyak Memberi

~~

Diseminasi berjam-jam selalu diakhiri dengan kembali ke tempat hangat untuk mengisi kembali energi. Betapa beruntungnya kami, bisa dijamu di rumah Klinik Kefas yang penuh inspirasi. Cukup dengan mendengar, mendengar, mendengar, dan melihat, aku sudah tahu betapa teladannya orang yang tumbuh di rumah ini. Bagaimana tidak, di sebuah rumah di Nias Barat, kabupaten pulau kecil di samping raksasa Sumatera Utara, pernah hidup sebuah pasang suami istri dengan empat anak yang semuanya telah menjadi orang hebat. Tak mau melebih-lebihkan tapi jujur aku sangat terkejut ketika ada piagam Mahasiswa Berprestasi Fakultas ITB di dinding rumah. Piagam itu milik Jane Gulo yang biasa dipanggil Oi. Oi adalah anak bungsu dari keluarga ini, dan dialah yang telah berbaik hati menawarkan kami untuk menginap di rumahnya. Kakaknya pun tak kalah hebat, yang satu sedang melanjutkan studi spesialis kedokteran di Universitas Gadjah Mada sedangkan yang dua tertuanya telah lulus dari Akademi Polisi. Aku akan menganggap ini hal biasa jikalau mereka berasal dari keluarga yang tinggal di kota besar dengan segudang informasi dan motivasi, tapi ini? Mobil yang lewat depan rumah pun dapat dihitung dengan jari.

Mungkin kita dapat bilang itulah kejeniusan individu. Tapi sesungguhnya, ini tidak lepas dari peran dari sebuah keluarga. Ayah ibu mereka bukan orang sembarangan, melainkan orang yang dikenal baik dan cerdas oleh banyak orang di Nias Barat. Terbukti dari cerita si ibu saat menemani makan malam kami.

“Semua anak saya selalu dikasih makan ikan terus agar otaknya cerdas.”

“Tiap ada PR saya selalu ada di sampingnya untuk menemani belajar. Bahkan saya sendiripun harus ikutan baca buku pelajarannya juga biar bisa paham saat harus menjelaskan ulang.”

“Sejak mereka kecil, saya usahakan untuk mengundang guru les bahasa inggris, karena saya tahu bahasa itu akan sangat penting nantinya.”

Itu adalah beberapa kalimat yang sampai saat ini aku ingat. Itulah peran orang tua, terutama seorang ibu, yang hadir untuk menentukan masa depan anak-anaknya. Bahkan dia juga berinisiatif untuk menyekolahkan SMA anak-anaknya ke Medan karena tahu persaingan di kota besar akan berpotensi membuat anak-anaknya lebih terlatih.

~~

Nias Barat

Terkadang, semua hal itu membuatku berpikir, apakah aku sudah siap untuk nantinya mengemban amanah sebagai pemimpin keluarga, sebagai pendidik anak sendiri, sebagai seorang pasangan yang harus memiliki visi kehidupan sama dan jelas. Tentu ini bukan hal yang sepatutnya disepelekan, pasti diri kita sendiripun merasakan apa dampak dari apa yang telah dicontohkan dan diajarkan orang tua ke diri kita.

Satu hal pasti yang kupelajari, Kesuksesan seorang anak bukanlah melulu karena masalah gen, atau masalah tempat. Melainkan karena keinginan untuk terus berusaha dan belajar di mana saja dan kapan saja termasuk saat di sekitar keluarga.