Waktu kecil aku bercita-cita untuk menjadi Arsitek. Sebab, sudah menjadi kegemaran tersendiri untuk mengagumi keindahan tiap sudut bangunan. Menurutku, Arsitektur sebenarnya mempelajari bagaimana seorang manusia bisa membuat sebuah hal fisik yang berestetik dan bernilai seni. Di hidup kita pun, semua hal pasti memiliki nilai seninya tersendiri, misalkan bentuk snowflakes yang unik mahakarya Sang Pencipta, atau Burj Al-Arab yang menjadi salah satu bangunan paling iconic karena bentuknya yang menakjubkan, ataupun sebuah kubah yang menjelaskan sebuah bangunan itu mengadaptasi kebudayaan timur tengah. Nah diriku menemukan sesuatu yang menarik di perjalanan ekspedisi ini, yaitu arsitektur rumah di suatu daerah yang aku kunjungi di Ekspedisi Nusantara Jaya ITB 2017, yaitu Pulau Marabatuan.
Pulau Marabatuan berkontur bukit-pantai dan menjadi sebuah daerah tempat tinggal sejak tahun 1960-an. Marabatuan memiliki arti “pulau batu” yang memang terlihat dari apa yang ada di pulaunya, ya di sini banyak batu-batu besar nan indah. Batu-batu tersebut tersebar sepanjang pesisir pulau yang mengakibatkan minimnya pantai di pulau ini dan juga batu-batunya tersebar di seluruh daerah perbukitan yang mengakibatkan kontur pulaunya sangat tidak rata.
Pulau Marabatuan dihubungkan dengan duajalan utama yang terbentang dari ujung barat Desa Tengah hingga ujung timur di Desa Tanjung Nyiur.
Jalan utama ini juga membentuk beberapa cabang ke selatan alias ke atas bukit. Di sepanjang jalan-jalan inilah berdiri semua pemukiman Marabatuan yang akhirnya terlihat berjejer sejajar garis pantai.
~~
Rumah-rumah di Marabatuan, menurutku, sangat keren dan unik. Kenapa? Karena hampir semua bangunan di sini memiliki kesamaan. Di sini aku ambil foto-foto rumah di sepanjang jalan utama, banyak rumah yang sama-sama bewarna cerah atau sama-sama kusam kecoklatan. Lalu hampir semua bangunan mulai dari rumah penduduk, kandang hewan, sekolah, langgar (musholla), pos kamling, puskesmas, hingga kantor kepala desa memiliki pondasi tiang alias berbentuk rumah panggung. Hal tersebut demikian karena kontur tanah di sini tidak rata, sehingga untuk memiliki lantai rumah yang rata lebih baik dibuatkan panggung yang mana kakinya akan menyesuaikan kontur tanah. Selain itu, dekorasi di tiap rumah juga memiliki kesamaan, rata-rata tiap rumah menggunakan gorden bewarna cerah dengan manik-manik di bawahnya. Gorden sangat tren di sini karena dapat mempercantik rumah tetapi tetap dipasang di dalam rumah dan kebetulan sinar matahari di Marabatuan terik sekali, jadi bisa multifungsional. Dekorasi lainnya yang cukup populer adalah jaring-jaring. Jaring ini digunakan sebagai pagar rumah ataupun pagar bawah panggung, tetapi pagar ini bukan teruntukan kepada manusia melainkan kepada anjing liar. Biasanya pada malam hari, anjing-anjing liar di atas bukit mulai turun dan menggigiti sandal-sandal ataupun makan hewan peliharaan. Terakhir, dekorasi yang menurutku paling keren adalah tiang bendera. Hampir tiap rumah di Marabatuan memiliki tiang bendera semi-permanen yang terbuat dari besi dan terpondasikan ke tanah. Walaupun sekarang sedang momen 17-Agustusan tetapi sebenarnya memang masyarakat di sini sangat gemar untuk mengibarkan Bendera Merah Putih dan itu menjadi kebanggaan sendiri.
Sebelum kapal perintis rutin datang ke pulau, semua bangunan terbuat dari bahan utama kayu, tetapi semenjak setelah tahun 2006, pembangunan rumah mulai banyak yang menggunakan batu bata dan semen. Makanya gampang dibedakan dengan jelas mana bangunan yang baru mana bangunan yang lama.
Kalau kita melihat pulau ini dari laut maka terlihat jelas ada bangunan-bangunan yang paling menonjol di pulau, yaitu Bandwith Tower System yang orang lokal menyebutnya “Menara Telkomsel”, lalu ada Kantor Camat Pulau Sembilan karena memiliki cat kuning terang dan didirikan di daratan atas, serta terakhir ada Masjid Irsyadun Ilmi karena memiliki warna cat putih, hijau, emas serta dibangun di daratan atas pula.
Pokoknya Pulau Marabatuan ni benar-benar menarik diliat jauh dari laut ataupun diliat langsung di dari darat. Benar-benar mempesona! Kalian juga harus bisa melihatnya secara langsung.
Surat ini kutulis setelah aku tanpa henti mengagumi bangunan-bangunan yang kulewati. Semoga ini juga bisa menjadi pengobat rindu nanti dan informasi menarik untuk para pembacanya.
Pulau Marabatuan, 11 Agustus 2017
Fayed, Pemimpi Tapi Tidur